27 Oktober 2010 (kasus bu Aji)
Saya memiliki sebuah file fla master yang akan memanggil file-file lain (contoh satu file adalah file materi), ketika tombol pada file master tersebut memanggil file materi, maka akan muncul di depan master dengan perintah LoadMovieNum("materi.swf",1)
kemudian pada file materi tersebut terdapat tombol yang jika di klik maka akan mengubah content Dynamic text dengan content yang berubah sesuai tombol. Pada tombol tersebut perintah yang digunakan adalah namaDynamicText.text = "content", tanpa _root
Seorang laki-laki bukanlah seorang laki-laki jika dia tidak bisa membuat dunia menjadi lebih baik (Kingdom of haven)
Rabu, 27 Oktober 2010
Senin, 04 Oktober 2010
Kisah Abah di pulau Tidung kecil
Pada hari jumat malam, saya dan kawan saya, sumaryanto/ anto berangkat ke kepulauan seribu di Jakarta. Tepatnya di pulau tidung. Malam itu cuaca kurang baik, karena jakarta dan sekiatarnya diguyur hujan lebat. Kami bermalam di dalam kapal di muara angke. Pagi hari langit tampak cerah. Kapal berangkat pukul 06.50. sesampainya di pulau tidung, yaitu pukul 09.00 kami langsung ke rumah pak RW, Namanya Bapak Saban. Tujuan kami adalah ingin meminta izin untuk bermalam di pulau tidung kecil sekaligus sebagai silaturahmi. Setelah meminta izin kamipun bergegas menuju tidung kecil.
Tampak sedikit heran dengan kondisi pulau tidung yang saat ini perkembangannya sangat pesat. Banyak sekali wisatawan domestik dan beberapa wisman. Jembatan yang dulu pernah ku kenal kini kondisinya sudah parah, banyak kayu-kayu jembatan yang sudah rusak karena menggunakan kayu dari pohon kelapa muda. Awal pembuatan jembatan ini memang tidak ada maksud untuk menjadikan ikon bagi pulau tidung, dan hanya sebatas sebagai penghubung antara tidung besar dan kecil untuk para masyarakat. Di pulu tidung kecil sendiri ada rumah pembibitan milik departemen pertanian, dan sebuah makam.
Kami terus berjalan dan akhirnya sampai juga kami di tidung kecil setelah melewati jembatan yang panjangnya sekitar 1 km itu. Sebelumnya tidung kecil dan besar adalah satu pulau, namun karena terus meningginya permukaan air laut sehingga pulau itu menjadi terlutus. Awalnyapun masyarakat yang pertama mendiami pulau tidung adalah masyarakat dari mandar, Kalimantan. Mereka ke pulau tidung kecil dan berdiam disana, hingga akhirnya mereka pindah ke tidung besar paling barat dan di tidung kecilpun menjadi tak berpenghuni.
Disepanjang jalur setapak di tidung kecil, hanyalah ada semak dan alang-alang disertai sumur-sumur tadah hujan. Disana ada bangunan milik departemen pertanian yang digunakan untuk penanaman tumbuhan mangrove dan beebrapa tumbuhan buah-buahan.
Setelah 20 menit kami berjalan, akhirnya tibalah kami disebuah makam tua, makam tersebut memiliki ukuran panjang sekitar 10 meter dan pada nisan bertuliskan "Pangeran Hitam". Tidak hanya itu, disekitar makam yang paling mencolok tersebut ada beberapa makam-makam kecil yang posisinya tidak beraturan. Di sebelah barat makam ada terdapat gubuk yang didiami oleh seorang kekek. Namanya pak Sukarna, ia biasa dipanggil "Abah" oleh masyarakat sekitar. Ia sendiri sebenarnya orang ciamis yang sengaja pindah ke pulau Tidung kecil.
Kami memperkenalkan diri kami, dan memberi tahu tujuan atau niat kami datang kesana. Tak lama kami bercerita, saya bergegas untuk mencoba speargun yang baru saya buat. Saya pun snorkling sekaligus spearfishing, sedangkan anto masih berbincang-bincang dengan Abah.
Malam harinya kami bertanya mengenai asal muasal beliau pindah ke pulau ini, ban beginilah ceritanya:...
Sekitar tahun 2003, abah bermimpi tentang sebuah pulau, dan mimpi itu sangat kuat hingga membuat abah terus berfikir. Tidak lama setelah mimpi itu, anaknya abah yang tinggal di pulau tidung sebagai tukang bangunan pulang ke ciamis dan mengajak abah untuk kesana. Abah sempat menolak ajakan anaknya itu mengingat untuk membuat rumah tentu saja akan membutuhkan biaya untuk membali bahan bangunan. Namun anaknya mengatakan bahwa hal tersebut janganlah dipikirkan, bahan-bahan dapat dicari di pantai. Akhirnya abah-pun ikut.
Disisi lain, seorang sekretaris lurah pulau tidung menemui seorang yang "pintar" (saya tidak mengetahui apa maksdu sekkel tersebut menemui orang pintar). Dan orang pintar tersebut mengatakan pada sekkel "Kau harus mencari seorang, yang ia biasa dipanggil abah. ia adalah orang bodoh, namun ia yang akan menjadi pengurus pulau",
selain tanda-tanda yang disebutkan orang pintar tersebut adlah bahwa si "Abah" memiliki jalu di kaki kirinya. . Setelah menerima instruksi tersebut, sekkel mencari orang tersebut di pulau tidung itu.
Setiap pagi, abah, sekkel, anak abah, dan beberapa orang lainya, sering minum kopi diwarung kecil. Pak sekkel sering berdiskusi mengenai seorang yang dipanggil abah ini, disisi lain, abahpun tidak pernah menyangka bahwa si "abah" adalah orang luar pulau. Ia pikir bahwa yang dipanggil abah ini adalah penduduk asli, dan bukan orang luar.
Setelah beberapa bulan, si pemilik kedai kopi berkata pada abah "sudahlah bah, tolonglah!!". Setelah sekitar 6 atau 8 bulan, barulah diketahui bahwa orang yang dicari selama ini adalah abah Sukarna. Dengan seksama kami mendengar cerita dari abah, dan kami pun ditunjukannya "jalu" yang berada di kaki kirinya tersebut, bahkan saya-pun meminta izin memegangnya.
Tak lama setelah diketahui bahwa orang yang dicari tersebut adalah abah sukarna, akhirnya abah memutuskan untuk tinggal di samping makam pangeran hitam. Ia membangun gubuk kecil, ada sumur dan juga musholla yang dibangun dengan biaya dari pak sekkel.
Setelah gubug tersebut jadi, ia pindah di disana, dan menjadi juru kunci bagi makam tersebut. Abah bercerita bahwa "pangeran hitam" adalah julukan yang diberikan dari kerajaan sumatra(sekarang menjadi negara malaysia). Pangerah hitam sendiri ia sebut juga sebagai panglima kumbang. Malam itu kami diajak untuk berdoa di makam, dan kamipun ikut. Sempat heran-heran kami mendengar cara berdoanya (kata-kata dan caranya). Banyak juga orang-orang jaman kerajaan (leluhur-leluhur) yang ia sebutkan satu-persatu (meskipun tidak semua), dan kami bertanya-tanya di benak kami "Abah bisa tahu nama-nama tersebut). Setelah berdoa, kami bertanya darimana ia mengetahui semua nama dan asal dari orang-orang kuno yang disebutkannya tadi, ia hanya menjawab "ada yang membisikan ditelinganya".
Abah berkata bahwa di area pulau tidung kecil banyak sekali penjaga makam (sekitar sepuluh), dari mulai memasuki tidung kecil hingga ke lokasi makam. Dan di area makam itu sendiri, banyak sekali makam2 yang belum terlihat (tersembunyi secara gaib). Pernah juga abah bercerita, bahwa pernah ada rombongan orang pemerintahan datang untuk ziarah, namun tiba2 3 orang tersebut lari, dan ketika ditanya si abah, mereka berkata bahwa ada pak Harto datang (mantan presiden RI), abahpun sempat tidak percaya, karena belum melihatnya, dan tidak lama setelah kejadian tersebut, Abah-pun ditemui dengan sosok mirip pak Suharto.
Selain itu banyak peristiwa2 yang ia ceritakan. Namun dari kesimpulan itu semua, ia hanya ingin mengingatkan pada kita semua, bahwa jika pengunjung datang ke pulau tidung, jika ia ingin menaiki jembatan, bacalah salam 3x, ketika ingin melewati pendopo jembatan bacalah salam 3x, ketika memasuki tidung kecil, salamlah 3x, ketika memasuki area makam, bacalah Al Fatihah 3x, dan berdoa di makam terlebih dahulu.
Beliau juga berharap, kelak ada orang yang dapat menggantikannya sebagai penjaga makam, dan penjaga makam menurutnya adalah orang yang memang "diminta" oleh suatu "ilham", bukan hanya keinginannya untuk menjaga. "Penjaga makam itu diminta oleh yang ingin dijaga, bukan keinginan dari yang menjaga saja".
Dan kesimpulan bagi kami adalah bahwa kita memang harus menjaga, memelihara, berziarah ke makam leluhur kita, mendoakannya, dan berusaha menjaga apa-apa yang dititipkannya. Abah Sukarna adalah sebagian dari sedikit sekali juru kunci makam, tugasnya tidak hanya di pulau tidung, ia "diminta" untuk menjaga makam di daerah bogor, dan katanya ia diberitahu "orang pintar" bahwa tuganya yang terakhir akan berakhir di cirebon, sebagai panjaga makam, juru kunci, dan orang yang mengetahui silsilah laluhur berdasarkan cara yang "unik".
Tulisan ini kami posting berdasarkan cerita yang Abah ceritakan kepada kami. Jika ada kesalahan pada tulisan ini, mohon pembaca meralatnya dan memberitahukan kepada kami melalui email kami di ilhampentapriyadi@gmail.com
Senin, 4 Oktober 2010
Tampak sedikit heran dengan kondisi pulau tidung yang saat ini perkembangannya sangat pesat. Banyak sekali wisatawan domestik dan beberapa wisman. Jembatan yang dulu pernah ku kenal kini kondisinya sudah parah, banyak kayu-kayu jembatan yang sudah rusak karena menggunakan kayu dari pohon kelapa muda. Awal pembuatan jembatan ini memang tidak ada maksud untuk menjadikan ikon bagi pulau tidung, dan hanya sebatas sebagai penghubung antara tidung besar dan kecil untuk para masyarakat. Di pulu tidung kecil sendiri ada rumah pembibitan milik departemen pertanian, dan sebuah makam.
Kami terus berjalan dan akhirnya sampai juga kami di tidung kecil setelah melewati jembatan yang panjangnya sekitar 1 km itu. Sebelumnya tidung kecil dan besar adalah satu pulau, namun karena terus meningginya permukaan air laut sehingga pulau itu menjadi terlutus. Awalnyapun masyarakat yang pertama mendiami pulau tidung adalah masyarakat dari mandar, Kalimantan. Mereka ke pulau tidung kecil dan berdiam disana, hingga akhirnya mereka pindah ke tidung besar paling barat dan di tidung kecilpun menjadi tak berpenghuni.
Disepanjang jalur setapak di tidung kecil, hanyalah ada semak dan alang-alang disertai sumur-sumur tadah hujan. Disana ada bangunan milik departemen pertanian yang digunakan untuk penanaman tumbuhan mangrove dan beebrapa tumbuhan buah-buahan.
Setelah 20 menit kami berjalan, akhirnya tibalah kami disebuah makam tua, makam tersebut memiliki ukuran panjang sekitar 10 meter dan pada nisan bertuliskan "Pangeran Hitam". Tidak hanya itu, disekitar makam yang paling mencolok tersebut ada beberapa makam-makam kecil yang posisinya tidak beraturan. Di sebelah barat makam ada terdapat gubuk yang didiami oleh seorang kekek. Namanya pak Sukarna, ia biasa dipanggil "Abah" oleh masyarakat sekitar. Ia sendiri sebenarnya orang ciamis yang sengaja pindah ke pulau Tidung kecil.
Kami memperkenalkan diri kami, dan memberi tahu tujuan atau niat kami datang kesana. Tak lama kami bercerita, saya bergegas untuk mencoba speargun yang baru saya buat. Saya pun snorkling sekaligus spearfishing, sedangkan anto masih berbincang-bincang dengan Abah.
Malam harinya kami bertanya mengenai asal muasal beliau pindah ke pulau ini, ban beginilah ceritanya:...
Sekitar tahun 2003, abah bermimpi tentang sebuah pulau, dan mimpi itu sangat kuat hingga membuat abah terus berfikir. Tidak lama setelah mimpi itu, anaknya abah yang tinggal di pulau tidung sebagai tukang bangunan pulang ke ciamis dan mengajak abah untuk kesana. Abah sempat menolak ajakan anaknya itu mengingat untuk membuat rumah tentu saja akan membutuhkan biaya untuk membali bahan bangunan. Namun anaknya mengatakan bahwa hal tersebut janganlah dipikirkan, bahan-bahan dapat dicari di pantai. Akhirnya abah-pun ikut.
Disisi lain, seorang sekretaris lurah pulau tidung menemui seorang yang "pintar" (saya tidak mengetahui apa maksdu sekkel tersebut menemui orang pintar). Dan orang pintar tersebut mengatakan pada sekkel "Kau harus mencari seorang, yang ia biasa dipanggil abah. ia adalah orang bodoh, namun ia yang akan menjadi pengurus pulau",
selain tanda-tanda yang disebutkan orang pintar tersebut adlah bahwa si "Abah" memiliki jalu di kaki kirinya. . Setelah menerima instruksi tersebut, sekkel mencari orang tersebut di pulau tidung itu.
Setiap pagi, abah, sekkel, anak abah, dan beberapa orang lainya, sering minum kopi diwarung kecil. Pak sekkel sering berdiskusi mengenai seorang yang dipanggil abah ini, disisi lain, abahpun tidak pernah menyangka bahwa si "abah" adalah orang luar pulau. Ia pikir bahwa yang dipanggil abah ini adalah penduduk asli, dan bukan orang luar.
Setelah beberapa bulan, si pemilik kedai kopi berkata pada abah "sudahlah bah, tolonglah!!". Setelah sekitar 6 atau 8 bulan, barulah diketahui bahwa orang yang dicari selama ini adalah abah Sukarna. Dengan seksama kami mendengar cerita dari abah, dan kami pun ditunjukannya "jalu" yang berada di kaki kirinya tersebut, bahkan saya-pun meminta izin memegangnya.
Tak lama setelah diketahui bahwa orang yang dicari tersebut adalah abah sukarna, akhirnya abah memutuskan untuk tinggal di samping makam pangeran hitam. Ia membangun gubuk kecil, ada sumur dan juga musholla yang dibangun dengan biaya dari pak sekkel.
Setelah gubug tersebut jadi, ia pindah di disana, dan menjadi juru kunci bagi makam tersebut. Abah bercerita bahwa "pangeran hitam" adalah julukan yang diberikan dari kerajaan sumatra(sekarang menjadi negara malaysia). Pangerah hitam sendiri ia sebut juga sebagai panglima kumbang. Malam itu kami diajak untuk berdoa di makam, dan kamipun ikut. Sempat heran-heran kami mendengar cara berdoanya (kata-kata dan caranya). Banyak juga orang-orang jaman kerajaan (leluhur-leluhur) yang ia sebutkan satu-persatu (meskipun tidak semua), dan kami bertanya-tanya di benak kami "Abah bisa tahu nama-nama tersebut). Setelah berdoa, kami bertanya darimana ia mengetahui semua nama dan asal dari orang-orang kuno yang disebutkannya tadi, ia hanya menjawab "ada yang membisikan ditelinganya".
Abah berkata bahwa di area pulau tidung kecil banyak sekali penjaga makam (sekitar sepuluh), dari mulai memasuki tidung kecil hingga ke lokasi makam. Dan di area makam itu sendiri, banyak sekali makam2 yang belum terlihat (tersembunyi secara gaib). Pernah juga abah bercerita, bahwa pernah ada rombongan orang pemerintahan datang untuk ziarah, namun tiba2 3 orang tersebut lari, dan ketika ditanya si abah, mereka berkata bahwa ada pak Harto datang (mantan presiden RI), abahpun sempat tidak percaya, karena belum melihatnya, dan tidak lama setelah kejadian tersebut, Abah-pun ditemui dengan sosok mirip pak Suharto.
Selain itu banyak peristiwa2 yang ia ceritakan. Namun dari kesimpulan itu semua, ia hanya ingin mengingatkan pada kita semua, bahwa jika pengunjung datang ke pulau tidung, jika ia ingin menaiki jembatan, bacalah salam 3x, ketika ingin melewati pendopo jembatan bacalah salam 3x, ketika memasuki tidung kecil, salamlah 3x, ketika memasuki area makam, bacalah Al Fatihah 3x, dan berdoa di makam terlebih dahulu.
Beliau juga berharap, kelak ada orang yang dapat menggantikannya sebagai penjaga makam, dan penjaga makam menurutnya adalah orang yang memang "diminta" oleh suatu "ilham", bukan hanya keinginannya untuk menjaga. "Penjaga makam itu diminta oleh yang ingin dijaga, bukan keinginan dari yang menjaga saja".
Dan kesimpulan bagi kami adalah bahwa kita memang harus menjaga, memelihara, berziarah ke makam leluhur kita, mendoakannya, dan berusaha menjaga apa-apa yang dititipkannya. Abah Sukarna adalah sebagian dari sedikit sekali juru kunci makam, tugasnya tidak hanya di pulau tidung, ia "diminta" untuk menjaga makam di daerah bogor, dan katanya ia diberitahu "orang pintar" bahwa tuganya yang terakhir akan berakhir di cirebon, sebagai panjaga makam, juru kunci, dan orang yang mengetahui silsilah laluhur berdasarkan cara yang "unik".
Tulisan ini kami posting berdasarkan cerita yang Abah ceritakan kepada kami. Jika ada kesalahan pada tulisan ini, mohon pembaca meralatnya dan memberitahukan kepada kami melalui email kami di ilhampentapriyadi@gmail.com
Senin, 4 Oktober 2010
Langganan:
Postingan (Atom)